COME AND JOIN US

Jumat, 25 November 2011

PUASA TASU'A DAN 'ASYURA

Alhamdulillah, Ash-Sholatu wa As-Salamu 'ala Rosulillah wa alihi wa shohbihi ajma'in, wa ba'du.Memasuki pekan pertama Muharram 1433 H ini, cukup urgen bagi kita untuk membahas puasa tasu’a dan puasa 'asyura, mari kita bersama-sama belajar sedikit dengan harapan, kita semakin memahami puasa yang disunnahkan pada bulan Muharram ini termasuk fadhilah-nya, kemudian kita termotivasi untuk mengerjakannya.

Apa yang dimaksud dengan puasa Tasu’a dan 'Asyura?
Puasa tasu’a adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada tanggal 9 Muharram berasal dari kata Tis'un yaitu sembilan. Sedangkan puasa 'asyura adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram berasal dari kata 'asyaro yaitu sepuluh.

Hukum Puasa Tasu’a dan Puasa 'Asyura
Hukum puasa tasu’a dan puasa 'asyura adalah sunnah muakkad, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan. Sunnah yang kuat.

Dalil sunnahnya puasa 'Asyura adalah sebagai berikut:

صَامَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - عَاشُورَاءَ ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

Nabi SAW berpuasa Asyura dan memerintahkan supaya orang-orang berpuasa. (Muttafaq alaih)

Ketika menjelaskan hadits ini dalam Nuzhatul Muttaqin Syarh Riyadhus Shalihin, DR. Mustofa Said Al Khin, DR. Mustofa Al Bugho, Muhyidin Mistu, Ali Asy Syirbaji, dan Muhammad Amin Luthfi mengatakan: puasa asyura adalah sunah muakkad.

Hadits lain yang menunjukkan bahwa puasa Asyura termasuk sunnah adalah sebagai berikut:

كَانَ عَاشُورَاءُ يَوْمًا تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَصُومُهُ ، فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ ، فَلَمَّا نَزَلَ رَمَضَانُ كَانَ مَنْ شَاءَ صَامَهُ ، وَمَنْ شَاءَ لاَ يَصُومُهُ

Hari asyura adalah hari yang dipuasakan oleh orang-orang Quraisy pada masa jahiliyah. Rasulullah juga biasa puasa pada saat itu. Ketika datang ke Madinah, beliau berpuasa pada hari itu dan menyuruh orang-orang untuk turut berpuasa. Maka ketika difardhukan puasa Ramadhan, beliau bersabda, “Siapa yang ingin berpuasa, ia berpuasa, dan siapa yang tidak, ia berbukalah.” (Muttafaq alaih)

Sedangkan tentang puasa tasu’a, para ulama’ biasanya memakai dalil hadits berikut ini:

لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لأَصُومَنَّ التَّاسِعَ

Seandainya aku masih hidup sampai tahun depan, niscaya aku benar-benar akan berpuasa pada hari kesembilan (HR. Muslim)

Rasulullah SAW memang belum sempat berpuasa tasu’a, tetapi hadits qauliyah di atas menjadi dalil bahwa puasa tasu’a juga disunnahkan. Dari sana kemudian para sahabat melakukan puasa tasu’a itu demikian juga tabi’in, tabi’ut tabiin, dan generasi sesudahnya.

Sejarah Puasa Tasu’a dan Asyura
Puasa asyura (10 Muharram) sebenarnya telah dilakukan Rasulullah SAW pada periode Makkiyah (sebelum hijrah). Bahkan, orang-orang Quraisy pada masa jahiliyah juga melakukannya.

Ketika Rasulullah hijrah dan tiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi melakukan hal serupa. Maka beliau bertanya pada mereka mengapa mereka berpuasa pada hari asyura itu. Setelah mendapatkan jawaban tentang kemuliaan hari itu bagi Nabi Musa a.s., maka Rasulullah SAW memberitahukan bahwa kaum muslimin lebih berhak atas hari itu. Kaum muslimin di Madinah pun mengerjakan puasa itu dengan sungguh-sungguh, hingga tiba kewajiban puasa Ramadhan pada tahun 2 H dan sejak saat itu Rasulullah menegaskan bahwa puasa Asyura adalah puasa sunnah.

كَانَ عَاشُورَاءُ يَوْمًا تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَصُومُهُ ، فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ ، فَلَمَّا نَزَلَ رَمَضَانُ كَانَ مَنْ شَاءَ صَامَهُ ، وَمَنْ شَاءَ لاَ يَصُومُهُ

Hari asyura adalah hari yang dipuasakan oleh orang-orang Quraisy pada masa jahiliyah. Rasulullah juga biasa puasa pada saat itu. Ketika datang ke Madinah, beliau berpuasa pada hari itu dan menyuruh orang-orang untuk turut berpuasa. Maka ketika difardhukan puasa Ramadhan, beliau bersabda, “Siapa yang ingin berpuasa, ia berpuasa, dan siapa yang tidak, ia berbukalah.” (Muttafaq alaih)

قَدِمَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - الْمَدِينَةَ ، فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ ، فَقَالَ مَا هَذَا . قَالُوا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ ، هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ بَنِى إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ ، فَصَامَهُ مُوسَى . قَالَ فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ . فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

Nabi SAW datang ke Madinah dan beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari asyura. Lalu Nabi SAW bertanya, “Ada apa ini?” Mereka menjawab, “Hari ini merupakan hari terbaik, yaitu saat Allah membebaskan Nabi Musa a.s dan Bani Israel dari kepungan musuh mereka, hingga hari itu dijadikan Nabi Musa a.s. sebagai hari puasa.” Lalu Nabi SAW bersabda, “Aku lebih berhak memuliakan hari ini dibandingkan kalian.” Kemudian beliau menyuruh kaum muslimin agar ikut berpuasa. (HR. Bukhari)

Pada tahun 9 H, tepatnya satu tahun sebelum Rasulullah SAW wafat, sebagian sahabat melapor kepada Rasulullah SAW bahwa hari asyura adalah hari yang dibesarkan Yahudi dan Nasrani. Sementara Islam memiliki semangat menghindari tasyabuh, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa menyerupai orang-orang kafir, maka ia termasuk golongan mereka. (HR. Abu Dawud)

Maka Rasulullah SAW berazam di tahun yang akan datang beliau akan menjalankan puasa pada hari kesembilan juga, yang dikenal dengan puasa tasu’a. Namun, belum sampai tahun depan itu datang, Rasulullah SAW wafat.

حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ - إِنْ شَاءَ اللَّهُ - صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ

Ketika Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan orang agar berpuasa padanya, mereka berkata, “Ya Rasulullah, ia adalah suatu hari yang dibesarkan oleh orang Yahudi dan Nasrani.” Maka Rasulullah bersabda, “Jika datang tahun depan, insya Allah kita berpuasa pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas berkata, “Maka belum lagi datang tahun berikutnya itu, Rasulullah SAW pun wafat.” (HR. Muslim dan Abu Dawud).

Fadhilah (Keutamaan) Puasa Tasyu’a dan Asyura
Puasa Tasyu’a dan puasa Asyura termasuk puasa sunnah yang memiliki fadhilah yang luar biasa. Diantara fadhilan puasa Tasyu’a dan puasa Asyura itu adalah sebagai berikut:

Pertama, menjadi puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan

سُئِلَ أَىُّ الصَّلاَةِ أَفْضَلُ بَعْدَ الْمَكْتُوبَةِ وَأَىُّ الصِّيَامِ أَفْضَلُ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ فَقَالَ أَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ الْمَكْتُوبَةِ الصَّلاَةُ فِى جَوْفِ اللَّيْلِ وَأَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ صِيَامُ شَهْرِ اللَّهِ الْمُحَرَّمِ

Rasulullah SAW ditanya, “Shalat manakah yang lebih utama setelah shalat fardhu dan puasa manakah yang lebih utama setelah puasa Ramadhan?” Nabi SAW bersabda, “Shalat yang paling uatama setelah shalat fardhu adalah shalat di tengah malamdan puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah (yang kamu namakan) Muharram.” (HR. Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad)

Kedua, orang yang berpuasa asyura diampuni dosanya selama satu tahun sebelumnya

سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

Rasulullah ditanya tentang puasa asyura, beliau menjawab, “dapat menghapus dosa setahun sebelumnya.” (HR. Muslim)

Wa Allahu wa Rosuluhu a’lam.

Menyambut Muharram 1433 H


 


Ditulis oleh Admin pada 25 November 2011

Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah Yang memiliki keagungan dan kemuliaan, Yang memiliki kekuatan dan kenikmatan, Yang memberikan karunia kepada kita dengan kenikmatan iman dan Islam, Yang menjadikan perputaran tahun sebagai sebab perpindahan manusia dari kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Muhammad, pemuka manusia yang terbaik dalam berhaji, bershalat dan berpuasa, dan juga kepada para keluarga dan para sahabatnya panutan umat.
Amma ba’du.
Bulan Muharram telah datang kepada kita. Dengan datangnya bulan yang penuh berkah ini, kita menyambut tahun baru 1433 H dan meninggalkan tahun sebelumnya 1432 H. Kita memohon kepada Allah untuk menjadikan datangnya tahun hijriyah ini sebagai datangnya kebaikan, keberkahan, kemenangan dan penguatan kepada Islam dan kaum muslimin, insya Allah.
Bulan Muharram adalah termasuk dari bulan-bulan haram. Disebutkan di dalam hadits Nabi SAW berkenaan dengan turunnya firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram” (QS. At-Taubah: 36)
bahwa yang dimaksud empat bulan haram tersebut adalah Dzulkaidah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Juga disebutkan di dalam hadits yang lain bahwa paling utamanya puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa bulan Muharram. Berpuasa satu hari di bulan Muharram menyamai puasa tiga puluh hari.
Oleh karena itu, seharusnya bagi kita untuk menyambut bulan yang penuh berkah ini dengan taubat nashuha, dan berubah dari keadaan yang buruk yang pernah dilakukan sebelumnya menuju ke keadaan yang baik.
Bulan Muharram ini dijadikan patokan sebagai awal tahun untuk penanggalan hijriyah yang baru, meskipun sesungguhnya peristiwa hijrah Nabi terjadi pada bulan Rabi’ul Awwal, akan tetapi bulan Muharram ditetapkan sebagai bulan pertama dalam penanggalan hijriyah. Hal itu terjadi pada tahun ke -17 H, pada masa khalifah Umar bin Khatthab ra. Di saat itu para sahabat bersepakat menjadikan bulan Muharram sebagai awal bulan dalam penanggalan hijriyah dikarenakan berbagai pertimbangan, di antaranya, bahwa bulan Muharram adalah bulan yang tiba sesudah kewajiban haji yang manusia dari berbagai penjuru menunaikannya. Pertimbangan yang lain yaitu bahwa bulan Muharram adalah bulan yang di dalamnya tercetus ketekadan berhijrah dimana manusia saat itu atau para sahabat Rasulullah SAW bertekad untuk berhijrah. Munculnya tekad dalam kaitannya dengan hijrah yang ke Habasyah dan juga ke Madinah ini terjadi pada bulan Muharram. Sehingga dengan pertimbangan-pertimbangan itulah bulan Muharram dijadikan sebagai bulan pertama dalam penanggalan hijriyah.
Seharusnya pada bulan Muharram ini kita mempersiapkan diri untuk menyambutnya dengan tekad kuat, usaha keras dan amal-amal kebajikan, serta menjadikan pada setiap tahunnya lebih baik daripada tahun yang sebelumnya. Karenanya seseorang pernah berkata,
“Wahai pemalas, betapa banyak engkau mengulur-ulur taubatmu dari tahun ke tahun dan engkau tidak tahu pada tahun manakah yang mendatangimu sebagai tahun yang penuh kekurangan ataukah kesempurnaan”
Seputar bulan Muharram ini banyak manusia memperingati peristiwa besar, yaitu hijrah Nabi SAW dari kota Mekkah menuju ke kota Madinah. Dalam hal ini, istilah hijrah mengandung dua makna: yaitu hijrah hissiyah dan hijrah ma’nawiyyah.
Adapun hijrah ma’nawiyyah adalah manusia meninggalkan kemaksiatan dan bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya, berubah dengan cara kehidupan yang baru dan menuju jalan kehidupan yang baru yang membawanya, dengan tekad kuat, usaha keras dan amal-amal kebajikan. Inilah yang dinamakan dengan hijrah ma’nawiyyah. Nabi SAW menunjukkan hal ini pada Hadits Shahih yang menyebutkan,
“Seorang muslim adalah yang menjadikan kaum muslimin aman dari lisan dan tangannya. Dan seorang yang berhijrah adalah orang yang berhijrah dari apa-apa yang dilarang Allah atasnya”
Adapun hijrah hissiyah adalah berpindahnya manusia dari suatu tempat ke tempat lain, yaitu berpindahnya manusia dari tempat kekufuran dan kesyirikan menuju ke tempat yang Islami. Hijrah dengan makna ini terbagi menjadi dua bagian:
1. hijrah yang telah berlalu dan selesai, yaitu hijrahnya kaum muslimin dari Mekkah dimana saat itu merupakan tempat yang penuh kekufuran dan kesyirikan, menuju ke kota Madinah Al-Munawwarah. Hijrah yang seperti ini telah berakhir dengan Fath Mekkah (peristiwa pembukaan kota Mekkah), dimana Rasulullah SAW berkata,
“Tidak ada hijrah setelah Fath (Mekkah)”
2. hijrah yang sampai sekarang selalu ada, yaitu hijrahnya manusia dari suatu tempat kekufuran dan kerusakan dimana kaum muslimin tidak sanggup untuk berdiam disana dalam rangka melaksanakan agamanya dan mendidik anak-anaknya diatas ajaran Islam. Di saat itulah wajib baginya untuk berhijrah menuju ke suatu tempat yang Islami yang memungkinkan disana untuk melaksanakan agamanya. Hjrah dengan makna ini sampai sekarang masih tetap ada. Setiap muslim yang tinggal di tempat kekufuran, jika ia masih mampu melaksanakan agamanya dan mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islam yang benar, maka tidak jadi masalah ia tetap bermukim disana. Akan tetapi, jika ia tidak mampu melaksanakan ajaran Islam di tempat tersebut, maka wajib baginya untuk berhijrah ke tempat yang Islami sehingga ia mampu melaksanakan ajaran agama Islam disitu. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, ‘Dalam keadaan bagaimana kamu ini?.’ Mereka menjawab, ‘Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).’ Para malaikat berkata, ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?.’ “ (QS. An-Nisa’: 97).
Inilah makna istilah hijrah. Dan hijrah yang paling agung yang tercatat dalam sejarah adalah hijrahnya Nabi SAW. Selanjutnya adalah hijrahnya para nabi dan rasul. Tercatat di dalamnya adalah hijrahnya Nabi Ibrahim dari Mesir menuju Palestina, dan hijrahnya Nabi Musa dari Mesir menuju Madyan sebagaimana yang difirmankan oleh Allah,
“Dan Ibrahim berkata, ‘Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.’ “ (QS. Ash-Shaaffaat: 99)
dan ayat-ayat lain yang membicarakan tentang hijrahnya kaum Muhajirin. Istilah kaum Muhajirin sendiri adalah suatu julukan bagi para sahabat yang ikut berhijrah dari Mekkah menuju kota Madinah. Sedangkan bagi para sahabat yang berdiam di kota Madinah disebut dengan kaum Anshar. Dan mereka semua adalah dalam kebaikan dan petunjuk.
Maka sudah seharusnya pada bulan Muharram ini kita menyebarkan kisah tentang hijrahnya Nabi SAW. Disebutkan tentang hijrahnya beliau SAW terjadi pada malam Kamis, hari pertama dari bulan Rabi’ul Awwal. Saat itu berkumpulnya (kaum musyrikin) untuk menghabisi Nabi yang mana direncanakan dengan matang pada hari Rabu terakhir pada bulan Safar, yaitu pada tanggal 29 Safar. Malam harinya, yaitu malam Kamis awal dari bulan Rabi’ul Awwal, Nabi SAW berhijrah menuju kota Madinah dan sampai disana pada hari ke-12 Rabi’ul Awwal. Kisah ini banyak diceritakan di dalam kitab-kitab sejarah.
Pada bulan Muharram ini juga banyak terjadi peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah yang membawa kegembiraan dan kesedihan. Terlalu panjang untuk diceritakan (disini), akan tetapi yang paling besar sepanjang sejarah, yang menghancurkan hati dan menangiskan kalbu, adalah peristiwa syahidnya sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib ra di Karbala pada hari Asyura’, yakni hari ke-10 bulan Muharram. Dan sampai sekarang pun masih terkenang bekas-bekas perbuatan keji yang dilakukan oleh Yazid bin Muawiyah dan kroni-kroninya. Semoga Allah membalas orang-orang yang berbuat hal itu dengan keadilan-Nya, bukan dengan kemurahan-Nya. Adapun hakikatnya, sesungguhnya sayyidina Husain tidaklah mendapatkan kecuali kesyahidan, kemuliaan yang agung dan derajat yang tinggi di surga. Semoga Allah meridhoinya dan juga orang-orang mati syahid bersamanya daripada keluarganya semuanya.
Dan pada hari Asyura’ disunnahkan untuk berpuasa, sebagaimana sabda Nabi SAW,
“Berpuasa pada hari Asyura’ menghilangkan dosa-dosa setahun sebelumnya.”
Puasa Asyura’ ini sebelumnya merupakan suatu puasa wajib berdasarkan sumber-sumber Islam yang paling kuat, kemudian di-naskh (diganti) dengan puasa Ramadhan.
Pada hari Asyura’ ini seharusnya juga memberikan kelapangan pada keluarga karena Nabi SAW bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah dalam Shahihnya,
“Barangsiapa memberikan kelapangan kepada keluarganya pada hari Asyura’, Allah akan memberikan kelapangan padanya sepanjang tahun.”
Setiap amal kebajikan yang dituntut pada setiap waktu, juga dituntut pada hari-hari yang suci, dan diantaranya adalah hari Asyura’ tanpa terkecuali. Akan tetapi yang paling utama untuk hal itu adalah puasa dan memberikan kelapangan kepada keluarga sebagaimana yang hadits-hadits shahih mengkhususkannya. Dan sudah seharusnya bagi seorang mukmin untuk melakukannya dengan penuh semangat. Disamping itu seharusnya seorang mukmin juga menambahkan amal-amal kebajikan, seperti menyambung silaturrahmi, bersedekah, mengusap kepala anak yatim, dan juga berziarah kepada orang-orang yang mempunyai keutamaan dan ilmu.
Kita memohon kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala pada seputar tahun ini untuk melimpahkan kepada kita kebaikan, keberkahan, kemenangan dan penguatan kepada Islam dan kaum muslimin, insya Allah.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Muhammad, beserta keluarga dan para sahabatnya. Dan segala puji bagi Allah penguasa alam semesta. Wa Allohu wa Rosuluhu A’lam

Rabu, 23 November 2011

Bukti Al - Qur'an Bukan Buatan Manusia



Al-Quran adalah kalam Allah yang merupakan sebuah Mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi akhir jaman Muhammad SAW . Tidak ada yang menandingi keindahan bahasa Al-Quran dan keindahan ketika kita melantunkan Al-Quran. Banyak orang yang hatinya tergetar jika di bacakan ayat-ayat Al-Quran, sehingga kemudian dia mendapatkan risalah kebenaran. Al-Quran adalah satu-satunya kitab yang terjaga keasliannya walau telah diturunkan 14 abad yang lalu akan tetapi tetap terjaga dalam satu Bahasa dan satu huruf yang terangkai didalamnya.

Banyak usaha-usaha yang di lakukan oleh orang-orang kafir untuk memalsukan Al-Quran, namun usaha itu selalu kandas dan sia-sia. Al-Quran yang berjumlah 30 juz, 112 surat, 6666 ayat dan 51.900 kata itu dengan mudah di hafalkan oleh orang-orang yang beriman dan mempunyai hati yang bersih.

Al-Quran adalah sumber ilmu yang tidak pernah ketinggalan zaman bahkan selalu mendahului zaman, karena kebenarannya baru terbukti ketika zaman sudah mampu menciptakan tekhnologi mulai dari ilmu matetamtika, Biologi, kedokteran,fisika,kimia,bahasa, sejarah dll, segala ilmu telah terbukti sebelum ditemukan alquran telah menafsirkan dan menuliskannya. Keajaiban lain dari Al-Quran yang tak kalah mencengangkan adalah bahwa Al-Quran ternyata tersusun menurut perhitungan Matematis yang sangat teliti dan sangat cerdas !!
Berikut ini sejumlah perhitungan yang benar-benar merupakan mukjizat.

Kata “Yaum” (hari) dalam bentuk tunggal disebutkan sebanyak 365 kali, yang sama jumlahnya dengan jumlah hari pada tahun Syamsyiyyah
Kata “Yaum” (hari) dalam bentuk jamak sebanyak 30 kali, sama dengan jumlah hari dalam satu bulan
Kata “Syahr” (Bulan) sebanyak 12 kali, sama dengan jumlah bulan dalam satu tahun.
Kata “Sab’u (minggu) disebutkan 7 kali, sama dengan jumlah hari dalam satu minggu
Jumlah “Saah” (jam) yang didahului dengan “Harf” sebanyak 24 kali, sama dengan jumlah jam dalam satu hari
Kata “Sujud” disebutkan 34 kali, sama dengan jumlah rakaat dalam sholat 5 waktu
Kata “Shalawat” disebutkan 5 kali, sama dengan jumah sholat wajib sehari semalam
Kata “Aqimu” yang diikuti kata “Shalat” Sebanyak 17 kali, sama dengan jumlah rakaat shalat fardhu.
Kata “al-Dunya” disebutkan sebanyak 115 kali, begitu juga kata “al-Akhirah” sebanyak 115 kali
Kata “ al-Israf” disebutkan 23 kali, begitu juga kata kebalikannya “al-Sur’ah”
Kata “Malaikat” disebutkan 88 kali, kata kebalikannya “al-Syayathin” juga 88 kali
Kata “al-Sulthan” disebutkan 37 kali, kata kebalikannya “al-Nifaq” juga 37 kali
Kata “Harb” (panas) sebanyak 4 kali, kebalikannya “al-Bard” (dingin) juga 4 kali
Kata “al-Harb” (perang) sebanyak 6 kali, kebalikannya “al-Husra” (tawanan) 6 kali
Kata “al-Hayat” (Hidup) sebanyak 145 kali, kebalikannya “al-Maut” (mati) 145 kali
Kata “Qalu” (mereka mengatakan) sebanyak 332 kali, kebalikannya “Qul” (katakanlah) juga sebanyak 332 kali
Kata “al-Sayyiat” (keburukan) yang menjadi kebalikannya kata “al-Shahihat” (Kebajikan) masing-masing 180 kali
Kata “al-Rahbah” (cemas/takut) yang menjadi kebalikan kata “al-Ragbah” (harap/ingin) masing-masing 8 kali
Kata “al-Naf’u” yang menjadi kebalikan kata “al-Fasad” masing-masing 50 kali
Kata “al-Nas” yang menjadi kebalikan kata “al-Rusul” masing-masing 368 kali
Kata “al-Asbath” yang menjadi kebalikan kata “al-Awariyun” masing-masing 5 kali
Kata “al-Jahr” yang menjadi kebalikan kata “al-Alaniyah” masing-masing 16 kali.Masih banyak lagi, yang tidak dapat disebutkan satu-persatu
Sekarang lakukan perhitungan sebagai berikut :

Dengan mencari persentase jumlah kata “bahr” (lautan) terhadap total jumlah kata (bahr dan barr ) kita dapatkan : (32/45) x 100 % = 71.1111111%





Dengan mencari persentase jumlah kata “barr (daratan) terhadap total jumlah kata (bahr dan barr) kita dapatkan : (13/45) x 100 % = 28.888888889 %Kita akan mendapatkan bahwa Allah SWT. Dalam Al-Quran pada 14 abad yang lalu menyatakan bahwa persentase air di bumi adalah 71.11111111 %, dan persentase daratan adalah 28.8888888889, dan ini adalah rasio yang riil dari air dan daratan.
Itulah sebagian kecil keajaiban dan kemukjizatan Al-Quran. Keajaiaban yang lain merupakan misteri yang akan insyaAllah akan dipecahkan oleh orang-orang yang berilmu.

Seorang ahli biokimia berkebangsaan Amerika keturuna Mesir dan seorang ilmuwan Muslim, Dr. Rashad Khalifa, adalah orang yang pertama yang menemukan sistem matematika pada desain Al-Quran. Dia memulai meneliti komposisi Matematik dari Al-Quran pada tahun 1968, dan memasukka Al-Quran ke dalam sistem computer pada tahun 1969 dan 1970, yang diteruskan dengan menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris pada awal 70-an. Dia tertantang untuk memperoleh jawaban dalam menjelaskan inisial pada beberapa surah dalam Al-Quran (seperti Alif Lam Mim) yang sering diberi penjelasan “hanya Allah yang mengetahui maknanya”. Dengan tantangan ini, dia memulai riset secara mendalam pada inisial-inisial tersebut setelah memasukkan teks Al-Quran ke dalam sistem computer, dengan tujuan utama mencari pola matematis yang mungkin akan menjelaskan pentingnya inisial-inisial tersebut. Setelah beberapa tahun melakukan riset, Dr. Khalifa mempublikasikan temuan-temuan pertamanya dalam sebuah buku berjudul “MIRACLE OF THE QURAN : Significance of the Mysterious Alphabet” pada Oktober 1973., bertepatan dengan Ramadhan 1393

Sementara itu Angka yang sering keluar daalam alquran adalah angka 19

Dalam Al Qur’an. Keistimewaan angka 19 di dalam Al Qur’an ini, di antaranya:
1. Kata bismillahirrahmanirrahim, yang merupakan kata pembuka dari surah Al Qur’an terdiri dari 19 huruf.
2. Paket wahyu pertama (QS. Al Alaq (96) ayat 1—5), diturunkan sebanyak 76 huruf atau 19 x 4.
3. Ayat pertama kali turun, (QS. Al Alaq ayat 1), terdiri dari 19 huruf.
4. Jumlah surah Al Qur’an ada 114 atau 19 x 6.

Angka 19 inilah yang menjadi alat kontrol huruf di dalam Al Qur’an, sehingga Al Qur’an terpelihara dari perubahan yang dilakukan oleh orang tak bertanggung jawab. Tidak akan pernah sedikitpun meleset dari hitung-hitungan, anda bisa bandingkan dengan kitab suci lain. perhatikan bagaimana Angka 19 dalam mengontrol Al Qur’an:

Surah ke-68, yang diawali huruf nun. Jumlah nun dalam surah tersebut 133 atau 19 x 7.
Surah ke-36, yang diawali huruf ya sin, memiliki huruf ya sebanyak 237 dan huruf sin 48. Bila dijumlahkan mejadi 285 atau 19 x 15.

Surat ke-13, yang diawali huruf alif lam mim ra’, di mana jumlah alif = 605, lam = 480, mim = 260 dan ra’ = 137, total keempat huruf tersebut 1482 atau 19 x 78.

Sebagian besar ahli tafsir menafsirkan 19 sebagai jumlah malaikat. Menurut Dr. Rashad Khalifa, menafsirkan bilangan 19 sebagai jumlah malaikat adalah tidak tepat. Bagaimana mungkin jumlah malaikat dapat dijadikan untuk cobaan bagi orang-orang kafir (QS. Al Muddassir ayat 30—31).

“Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). Dan Kami jadikan penjaga neraka itu hanya dari malaikat, dan Kami menentukan bilangan mereka itu hanya sebagai cobaan bagi orang-orang kafir, agar orang-orang yang diberi kitab menjadi yakin, agar orang yang beriman bertambah imannya, agar orang-orang yang diberi kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu, dan agar orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (berkata), ‘Apakah yang dikehendaki Allah dengan (bilangan) ini sebagai suatu perumpamaan?’ Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada orang-orang yang Dia kehendaki. Dan tidak ada yang mengetahui bala tentara Tuhanmu kecuali Dia sendiri. dan Saqar itu tidak lain hanyalah peringatan kepada manusia.”

Selain penjelasan di atas, dalam beberapa kejadian di alam ini dan juga dalam kehidupan kita sehari-hari, ada yang mengacu kepada bilangan 19, di antaranya sebagai berikut:

Bumi, matahari dan bulan berada pada posisi yang relatif sama setiap 19 tahun.
Komet Halley mengunjungi sistem tata surya kita pada setiap 76 tahun (19 x 4).
Tubuh manusia memiliki 209 tulang atau 19 x 11.Selain berhubungan dengan kejadian di alam, bilangan 19 juga berkaitan dengan ibadah umat Islam, seperti:

Sholat, jumlah rakaat pada shalat Subuh, Dhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya’ masing-masing adalah 2, 4, 4, 3, dan 4 rakaat. Jika jumlah rakaat tersebut disusun menjadi sebuah angka 24434 merupakan bilangan kelipatan 19 atau 19 x 1286.

Di abad modern pun banyak orang-orang yang memang ingin mengubah isi alqur’an akan tetapi sampai detik ini alquran masih asli dari pertama diturunkan karena alquran adalah tuntunan dan mukjizat terbesar yang di ciptakan Allah kepada Umat Nabi Muhammad SAW. 
Wa Allohu wa Rosuluhu A'lam.