ﺑﺴﻡﺍﷲﺍﻟﺮﺤﻤﻦﺍﻟﺮﺤﻴﻡ
ﺍﻟﺤﻤﺩﺍﷲﺮﺏﺍﻟﻌﻟﻤﻴﻦ
ﺍﻟﻠﻬﻡﺼﻞﻋﻟﻰﻤﺤﻤﺪﻮﺃﻟﻪﻮﺼﺤﺑﻪﻮﺴﻠﻡ
Berawal dari keprihatian banyaknya
tulisan terutama di ruang maya, mengenai pendapat yang mengganggap negatif dan
ada pula yang terparah mengatakan kufur bagi umat islam yang melaksanakan
peringatan maulid dengan satu titik pandang "segala sesuatu yang baru
(bid'ah) adalah kufur". SUngguh tidaklah tepat hal tersebut terungkap dari
sesorang yang mengaku muslim dan mengatakan saudara seimannya adalah kufur, Masya
Allah. Semoga Allah memberikan anugerah cara pandang yang lebih luas bagi para
anti maulid.
Bukan suatu hal yang aneh lagi bagi sebagian besar masyarakat yang tinggal baik
diperkampungan atau dipinggir perkotaan (dan bahakan dipusat kota) bila
menjelang datangnya tanggal 12 Rabiul Awwal atau bertepatan dengan peringatan
kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW, jauh sebelumnya sudah mempersiapkan
peringatan Maulid Nabi sebagaimana yang pernah dilakukan secara meriah dimasa
pemerintahan Sultan Salahuddin Al Ayyubi. Hal tersebut dilakukan dengan satu
tujuan untuk mengenal lebih jauh mengenai Rasulullah, keluarganya dan para leluhurunya
yakni untuk membangkitkan semangat keislaman. Semakin kita mengenal Rasulullah
maka akan timbul kecintaan kita terhadap perjuangannya dalam menyiarkan agama
Allah.
Terlepas dari anggapan sebagian kelompok (saat ini banyak yang anti maulid
dengan tujuan melemahkan kecintaan umat islam kepada Nabi Muhammad, karena
dengan tidak melaksanakan maulid, lambat laun umat islam akan menjauhi sunah
nabi dan tidak lagi mencintai Nabinya) yang menyatakan peringatan maulid
adalah Bid'ah dan lebih keras lagi dianggap SESAT.
Toh perayaan tersebut ternyata punya nilai ibadah yang memang sangat didasarkan
oleh Al Qur'an dan Hadist Rasul. Dalam suatu hadist yang diriwayatkan Bukhari,
"bahwa Rasulullah pernah ditanya mengapa beliau melaksanakan puasa hari
senin, dan beliau menjawab bahwa pada hari itu beliau dilahirkan".
Hadist tersebut menjelaskan secara explisit, bahwa beliau sendiri
melaksanakan peringatan kelahiran (maulid) beliau dan kalau memang semua bid'ah
itu sesat, lalu bagaimana halnya dengan pengumpulan Al Qur'an yang sekarang
kita baca dan kita amalkan, bukankah itu bid'ah yang baik, atau juga
melaksanakan haji dengan kendaraan saat bertolak dari madinah ke makkah dan
sebaliknya. Atau barangkali kita tidak boleh sholat dengan menggunakan celana
panjang, hanya lantaran Rasul tidak pernah shalat mengenakan celana. Sungguh
sulit benar agama islam kalau begitu, kalau semua dianggap bid'ah.
Benar kalau dikatakan "setiap perbuatan baru (bid'ah) itu sesat". Tapi
bid'ah dari segi yang mana. Kalau bid'ah yang memperbaruhi sifat ibadah pokok
(rukun iman, rukun islam) itu baru sesat. Akan tetapi selain dari pada itu yang
bertujuan untuk manfaat dan kemaslahatan tidak dipandang sesat, bahkan
berpahala, selama tidak bertentang dengan kaidah ibadah yang diajarkan oleh
Rasulullah.
Bukan saya ingin mengatakan kalau ada yang tidak melaksanakan Maulid seperti
kebanyakan orang dengan membaca kitab maulid (pada dasarnya kitab maulid
adalah prosa yang berisi pujian dan shalawat kepada Nabi Muhammad yang
maknanya juga lebih tepat dikaji secara prosa, dikutip dari pendapat Prof.
Khotibul Umam, Majalah ALkisah) tidak mencintai Nabi, bukan dan tidak sama
sekali!!. Akan tetapi perlu disadari banyak cara untuk mencintai Nabi melalui
sunahnya, dan tidak perlu kita kemudian menganggap yang melaksanakan maulid
adalah kufur, karena telah melakukan bid'ah, jangan, jangan, dan jangan.
Hormatilah saudara seiman kita, toh tidak merugikan kita sendiri.
Memang Rasulullah SAW tidak pernah melakukan seremoni
peringatan hari lahirnya. Kita belum pernah menjumpai suatu hadits/nash yang
menerangkan bahwa pada setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal (sebagian ahli sejarah
mengatakan 9 Rabiul Awwal), Rasulullah SAW mengadakan upacara peringatan hari
kelahirannya. Bahkan ketika beliau sudah wafat, kita belum pernah mendapati
para shahabat r.a. melakukannya. Tidak juga para tabi`in dan tabi`it tabi`in.
Menurut Imam As-Suyuthi, tercatat sebagai raja pertama yang memperingati hari
kelahiran Rasulullah saw ini dengan perayaan yang meriah luar biasa adalah Raja
Al-Mudhaffar Abu Sa`id Kukburi ibn Zainuddin Ali bin Baktakin (l. 549 H. -
w.630 H.). Tidak kurang dari 300.000 dinar beliau keluarkan dengan ikhlas untuk
bersedekah pada hari peringatan maulid ini. Intinya menghimpun semangat juang
dengan membacakan syi’ir dan karya sastra yang menceritakan kisah kelahiran
Rasulullah SAW.
Di antara karya yang paling terkenal adalah karya Syeikh Al-Barzanji yang
menampilkan riwayat kelahiran Nabi SAW dalam bentuk natsar (prosa) dan nazham
(puisi). Saking populernya, sehingga karya seni Barzanji ini hingga hari ini
masih sering kita dengar dibacakan dalam seremoni peringatan maulid Nabi SAW.
Maka sejak itu ada tradisi memperingati hari kelahiran Nabi SAW di banyak
negeri Islam. Inti acaranya sebenarnya lebih kepada pembacaan sajak dan syi`ir
peristiwa kelahiran Rasulullah SAW untuk menghidupkan semangat juang dan
persatuan umat Islam dalam menghadapi gempuran musuh. Lalu bentuk acaranya
semakin berkembang dan bervariasi.
Di Indonesia, terutama di pesantren, para kyai dulunya hanya membacakan syi’ir
dan sajak-sajak itu, tanpa diisi dengan ceramah. Namun kemudian ada muncul ide
untuk memanfaatkan momentum tradisi maulid Nabi SAW yang sudah melekat di
masyarakat ini sebagai media dakwah dan pengajaran Islam. Akhirnya ceramah
maulid menjadi salah satu inti acara yang harus ada, demikian juga atraksi
murid pesantren. Bahkan sebagian organisasi Islam telah mencoba memanfaatkan
momentum itu tidak sebatas seremoni dan haflah belaka, tetapi juga untuk
melakukan amal-amal kebajikan seperti bakti sosial, santunan kepada fakir
miskin, pameran produk Islam, pentas seni dan kegiatan lain yang lebih
menyentuh persoalan masyarakat.
Kembali kepada hukum merayakan maulid Nabi SAW, apakah termasuk bid`ah atau
bukan?
Memang secara umum para ulama salaf menganggap perbuatan ini termasuk bid`ah.
Karena tidak pernah diperintahkan oleh Rasulullah saw dan tidak pernah
dicontohkan oleh para shahabat seperti perayaan tetapi termasuk bid’ah hasanah
(sesuatu yang baik), Seperti Rasulullah SAW merayakan kelahiran dan penerimaan
wahyunya dengan cara berpuasa setiap hari kelahirannya, yaitu setia hari Senin
Nabi SAW berpuasa untuk mensyukuri kelahiran dan awal penerimaan wahyunya.
عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْإِثْنَيْنِ
فَقَالَ” : فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ . رواه مسلم
“Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya
mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku
dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.” (H.R. Muslim)
Kita dianjurkan untuk bergembira atas rahmat dan karunia Allah SWT kepada kita.
Termasuk kelahiran Nabi Muhammad SAW yang membawa rahmat kepada alam semesta.
Allah SWT berfirman:
قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ
فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu
mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa
yang mereka kumpulkan.’ ” (QS.Yunus:58).
Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari. Hadits itu menerangkan
bahwa pada setiap hari senin, Abu Lahab diringankan siksanya di Neraka
dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Hal itu dikarenakan bahwa saat
Rasulullah saw lahir, dia sangat gembira menyambut kelahirannya sampai-sampai
dia merasa perlu membebaskan (memerdekakan) budaknya yang bernama Tsuwaibatuh
Al-Aslamiyah.
Jika Abu Lahab yang non-muslim dan Al-Qur’an jelas mencelanya, diringankan
siksanya lantaran ungkapan kegembiraan atas kelahiran Rasulullah SAW, maka
bagaimana dengan orang yang beragama Islam yang gembira dengan kelahiran
Rasulullah SAW?
SEJARAH RINGKAS
Perayaan Maulidur rasul telah diasaskan oleh kerajaan Fatimiah di Mesir.
Kerajaan Fatimah telah merayakan perayaan ini secara besar-besaran. Bukan hanya
hari jadi Rasulullah saw sahaja yang dirayakan, tetapi juga ahli keluarga Nabi
saw seperti Zainab, Hassan, Hussain (r.a.). juga dirayakan. Bahkan mereka juga
merayakan kelahiran Nabi Isa as.
Walaubagaimanapun, semua perayaan ini telah dihentikan pada tahun 488 atas
perintah Perdana Menteri al-Afdal Shahindah pada ketika itu yang berpegang kuat
pada sunnah seperti tercatit di dalam buku Al-Kamel, karangan Ibnu Al-Atheer.
Masyarakat berhenti merayakannya sehingga Al-Ma’moon Al-Bataa’ni memegang kuasa
kerajaan. Beliau telah yang memulakan kembali perayaan yang telah dihentikan
sebelum itu.
Apabila Kerajaan al-Ayubbiah merampas kuasa, semua perayaan telah dihentikan.
Namun begitu, masyarakat tetap merayakannya dikalangan keluarga mereka di dalam
rumah. Pada Abad ke 7, Putera Muzafar Al-Deen Abi Sa’d Kawakbri Ibn Zein
Ed-Deen `Ali- Ibn Tabakatikin telah mewartakan perayaan Maulid Nabi di Bandar
Irbil. Beliau merupakan seorang sunni. Muzafar mengambil berat akan perayaan
ini sehingga memerintahkan agar persediaan seperti mendirikan khemah, menghias
khemah dan pelbagai lagi dilaksanakan seawal dan sebaik mungkin. Setiap kali
selepas solat Asar, Muzafar akan menyaksikan perayaan ini di dalam khemah yang
telah didirikan itu.
Perayaan diadakan pada 8 Rabiulawal dan kadang-kadang 12 Rabiulawal. Sambutannya
diisikan dengan pelbagai acara antaranya membaca sejarah Nabi (s.a.w.)
sehinggalah kepada menghias binatang ternakan untuk disembelih kemudian
diadakan jamuan besar-besaran.
Berkata Ibnu Haajj Abu Abdullah Al-Abdari, perayaan tersebut tersebar luas di
seluruh Mesir pada zaman pemerintahan Putera Muzafar ini. Beliau menentang akan
perayaan yang diadakan. Banyak buku telah ditulis mengenai perayan Maulidur
Rasul ini antara penulisnya ialah Ibn Dahya, meniggal dunia pada 633, Muhy
Ed-Deen Ibn Al-`Arabi, meniggal di Damascus pada 683, Ibn Taghrabik, meniggal
di Mesir pada 670, dan Ahmad Al-`Azli dan anaknya Muhammad, meniggal di Sebata
pada 670.
Oleh kerana amalan bid’ah yang banyak ketika perayaan itu, ulama’ telah berbeza
pendapat akan kebolehan merayakan Maulid Nabi ini. Pendapat pertama membolehkan
perayaan ini manakala pendapat yang kedua mengatakan sebaliknya. Antara yang
membolehkan ialah As-Siyooti, Ibn Hajar Al-`Asqalaani dan Ibn Hajar Al-Haythmi.
Walaupun mereka bersetuju dengan perayaan ini, mereka tetap membangkang
aturcara ketika Maulid itu(pada zamannya).
HUKUM MAULID
Seperti yang telah diketahui, perayaan Maulidur Rasul ini merupakan satu
perayaan yang kontroversi. Ulama’ berbeda pendapat akan kebolehan perayaan ini.
Kita sebagai masyarakat awam tersepit antara dua pendapat. Yang mana perlu kita
turuti. Sedangkan kedua-dua belah pihak terdiri daripada ulama’-ulama’ yang
hebat dan tidak boleh ditolak lagi akan kewibawaan mereka. Di dalam artikel
ini, akan dilampirkan kedua-dua belah hujah setakat mana yang mampu
dikumpulkan. Melalui cara ini, kita dapat menilai sendiri yang manakah
mempunyai hujah yang kuat. Dan insya Allah, kita akan berada di jalan yang
benar.
HUJAH MEMBOLEHKAN MAULIDUR RASUL
Antara ulama’ yang menyokong akan Maulidur Rasul ialah Imam Jalaluddin Sayuti
dan Sayid Ahmad bin Zaini Dahlan.
Telah berkata Imam Jalaluddin Sayuti: "Ibadat macam itu adalah bid'ah
Hasanah (bid'ah baik) yang diberi pahala mengerjakannya kerana dalam amal
ibadat itu terdapat suasana membesarkan Nabi, melahirkan kesukaan dan
kegembiraan atas lahirnya Nabi Muhammad SAW yang mulia".
Dan berkata Sayid Ahmad bin Zaini Dahlan: “Telah berlaku kebiasaan bahawa orang
apabila mendengar kisah Nabi dilahirkan, maka ketika Nabi lahir itu mereka
berdiri bersama-sama untuk meghormati dan membesarkan Nabi Muhammad saw.
Berdiri itu adalah hal yang mustahsan (baik) kerana dasarnya ialah membesarkan
Nabi Muhammad saw dan sesungguhnya telah mengerjakan hal serupa itu banyak dari
ulama-ulama ikutan umat.”
Berkata pula Syeikh Atiah Saqr: “Saya berpendapat tidak menjadi kesalahan untuk
menyambut maulid. Apatah lagi di zaman ini pemuda pemudi Islam semakin lupa
dengan agama dan kemuliannya. Perlu juga diingat sambutan tersebut janganlah
dicemari oleh perkara-perkara haram dan bid’ah. Seperti pergaulan antara lelaki
dan wanita tanpa batas. Kita juga tidak sewajarnya menjadikan sambutan ini
sebagai satu tradisi yang khusus, sehingga timbul dalam kefahaman masyarakat
jika sesuatu acara tidak dilansungkan maka seseorang itu dikira telah berdosa
dan melanggar syariat.”
Syeikh Yusuf Qardawi juga telah memberi komen mengenai maulid ini.
Beliau berkata(ringkasan): “Semua telah sedia maklum bahawa sahabat-sahabat
Rasulullah saw tidak merayakan hari kelahiran Rasulullah saw. Ini adalah kerana
mereka telah menyaksikan secara langsung setiap gerak-geri Rasulullah saw dan
seterusnya ingatan terhadap Rasulullah saw itu kekal di dalam hati dan juga
ingatan. Sa’d Abi Waqas mengatakan bahawa beliau begitu ghairah untuk
menceritakan mengenai Rasulullah saw kepada kanak-kanak sama sepertiman
keghairahan mereka mendidik anak-anak itu Al-Quran. Oleh kerana mereka sering
menceritakan sejarah perjuangan Rasulullah saw, maka tidak perlulah mereka
merayakan sepertimana dirayakan Maulid ar-Rasul kini.
Walaubagaimanapun, generasi terkemudian telah mula melupakan kegemilangan
sejarah Islam dan kesannya. Dengan itu, perayaan Maulid Rasul ini diadakan
bertujuan untuk mengingati sejarah Islam ketika Rasulullah saw masih hidup.
Tetapi malangnya, Maulid Rasul ini telah bercampur dengan amalan bid’ah yang
ditentang oleh Islam. Sebenarnya, meraikan hari kelahiran nabi bermakna
meraikan hari kelahiran Islam.
Maka dibolehkan meraikan Maulid nabi ini dengan syarat tidak dicampur-adukkan
dengan perkara-perkara bid’ah. Tetapi sebaliknya diisi dengan ceramah yang
menceritakan akan sejarah Islam.”
Berikut adalah antara dalil-dalil yang menjadi hujah bagi yang membolehkan
Maulid ini:
1) Allah berfirman: “maka orang yang beriman kepadanya (Muhammad saw)
memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan
kepadanya (Al-Quran) mereka itulah yang beruntung.” - Al-Araf: 157 Keterangan:
Tujuan maulud diadakan adalah untuk memuliakan Nabi Muhammad saw. Maka perayaan
maulud masuk dalam umum ayat tersebut.
2) Firman Allah: “Dan ingatkanlah mereka dengan hari-hari Allah.”-Ibrahim. Ayat
5 Keterangan: Al-Baihaqi di dalam “Syakbu al-Iman” daripada Ubai bin Kaab
daripada Nabi saw, sesungguhnya baginda menafsirkan ‘hari-hari Allah’ ialah
hari-hari nikmat dan kurniaan Allah. Al-Alusi dalam Ruh al-Ma’ani menjelaskan
lagi dengan katanya “kelahiran Nabi saw merupakan nikmat yang paling besar.”
3) Bahawasanya Nabi Muhammad saw datang ke Madinah maka beliau mendapati
orang-orang yahudi berpuasa pada hari Asyura iaitu hari 10 Muharram, maka Nabi
bertanya kepada orang yahudi itu: “Kenapa kamu berpuasa pada hari Asyura?”
Jawab mereka: “Ini adalah hari peringatan, pada hari serupa itu dikaramkan
Firaun dan pada hari serupa itu Musa dibebaskan, kami berpuasa kerana bersyukur
kepada Tuhan.” Maka Nabi berkata: “Kami lebih patut menghormati Musa berbanding
kamu.” – [Riwayat Bukhari dan Muslim.]
Ibnu Hajar Al-Asqalani pengarang Syarah Bukhari yang bernama Fathul Bari
berkata bahawa dari hadis ini dapat dipetik hukum: - Umat Islam dibolehkan
bahkan dianjurkan memperingati hari-hari bersejarah, hari-hari yang dianggap
besar umpamanya hari-hari maulud, mi’raj dan lain-lain. - Nabi pun memperingati
hari karamnya Firaun dan bebasnya Musa dengan melakukan puasa Asyura sebagai bersyukur
atas hapusnya yang batil dan tegaknya yang hak.
4) Dalam sahih Muslim daripada Abi Qatadah al-Ansari berkata: Nabi (s.a.w.)
telah ditanya tentang puasa pada hari Isnin lalu baginda bersabda: “Di hari
tersebutlah aku dilahirkan dan di hari tersebut jugalah aku diutuskan.”
Keterangan: Rasul saw menegaskan kelebihan hari kelahirannya berbanding
hari-hari lain. Oleh itu setiap mukmin sewajarnya berlumba-lumba beramal dan
bersyukur dengan kelahiran baginda saw yang membawa rahmat kepada seluruh alam.
HUJAH MENENTANG MAULIDUR RASUL
Berikut antara pendapat yang menentang bersertakan hujah mereka:
1)Nabi Muhammad saw tidak pernah merayakan atau menyuruh umatnya untuk
merayakan hari kelahirannya. Nabi saw telah menekankan agar jangan
memperbesarkannya sepertimana orang kristian memperbesarkan Nabi Isa as. Ini
dijelaskan di dalam hadis riwayat Bukhari:
Baginda bersabda, “Jangan memperbesarkan mengenai aku seperti Kristian
memperbesarkan mengenai anak Maryam. Aku hanyalah hamba, jadi katakanlah,
‘hamba Allah dan pesuruh Nya.”(Au Qoma Qol)
Apa yang telah disuruh Rasulullah saw hanyalah menyuruh umatnya menjadikan hari
kelahirannya satu hari untuk beribadat yang mana berbeza dengan perayaan.
Bertepatanlah dengan hadis di bawah:
Dalam sahih Muslim daripada Abi Qatadah al-Ansari berkata: Nabi (s.a.w.) telah
ditanya tentang puasa pada hari Isnin lalu baginda bersabda: “Di hari
tersebutlah aku dilahirkan dan di hari tersebut jugalah aku diutuskan.”
“…Dan hendaklah kamu menjauhi perkara-perkara yang diada-adakan , kerana setiap
yang diada-adakan itu adalah bid’ah , dan setiap bid’ah itu adalah sesat “ .
[Diriwayatkan oleh Imam Abu Daud]
2)Para sahabat Rasulullah dan juga umat Rasulullah saw pada 3 abad kemudian
tidak pernah merayakannya walaupun merekalah orang yang lebih mencintai
Rasulullah saw lebih dari umat terkemudian..
Hadis Imran bin Husain r.a: Rasulullah s.a.w bersabda: Sesungguhnya yang
terbaik dari kalangan kamu ialah sezaman denganku, kemudian orang yang hidup
selepas zaman aku, setelah itu orang yang hidup selepas mereka. Imran berkata:
Aku tidak mengetahui kenapakah Rasulullah s.a.w menyebut selepas kurunnya
sebanyak dua atau tiga kali. Selepas itu datang satu kaum yang di minta memberi
penyaksian tetapi tidak di beri penyaksian, yang berkhianat sehingga tidak
boleh dipercayai, yang suka bernazar tetapi tidak melaksanakannya dan sukakan
kemewahan. Perayaan Maulid Nabi datang beberapa abad kemudian yang mana
ciri-ciri Agama Islam yang sebenar sudah hilang dan bid’ah berleluasa.
3)Allah berfirman di dalam Al-Quran:
Katakanlah, "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu,Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. "
Katakanlah, "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (QS. 3:31-32)
Ayat di atas menerangkan cara menunjukkan kasih sayang yang sebenar yang patut
dilakukan kepada Rasulullah saw. Ayat yang pertama di atas menjelaskan bahawa
cinta itu hanyalah pengakuan, tetapi buktinya ialah menuruti apa yang
Rasulullah saw bawakan. Manakla ayat kedua menekankan kepentingan dalam
menuruti kehendak Allah dan Rasul Nya. Allah menyudahi ayat di atas dengan
ancaman yang keras bahawa sesiapa yang tidak mahu mentaati adalah kafir dan
Allah tidak mencintai orang kafir.
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu. (QS. 5:3)
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah. (QS. 33:21)
4)Kata-kata sahabat Rasulullah saw:
Huzaufah Ibnu Al-Yamaan ra berkata : "Setiap ibadah yg tidak dilakukan
oleh sahabat Rasulullah saw, maka janganlah melakukannya"
Dan berkata Ibnu Mas'ud :"Ikutlah (sunnah) dan jangan menambah, dan telah
cukup bagi kamu - perbuatan yg lama (kekal dengan cara lama)"
Wa Allohu Wa Rosuluhu A’lam…